PERTAMBANGAN
BAB I
PENDAHULUAN
Pertambangan adalah rangkaiaan kegiatan dalam rangka upaya pencarian, pengembangan (pengendalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian (mineral, batubara, panas bumu, migas). Ilmu Pertambanganmerupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang meliputi pekerjaan pencarian, penyelidikan, study kelayakan, persiapan penambangan, penambangan, pengolahan dan penjualan mineral-mineral atau batuan yang memiliki arti ekonomis (berharga). Pertambangan bisa juga diartikan sebagai kegiatan, teknologi dan bisnis yang berkaitan dengan industri pertambangan mulai dari prospeksi, eksplorasi, evaluasi, penambangan, pengolahan, pemurnian, pengangkutan sampai pemasaran.
Menurut UU No. 11 tahun 1967 bahan tambang tergolong menjadi 3 jenis, yakni Golongan A (yang disebut sebagai bahan strategis), Golongan B (bahan vital), dan Golongan C (bahan tidak strategis dan tidak vital). Bahan Golongan A merupakan barang yang penting bagi pertahanan, keamanan dan strategis untuk menjamin perekonomian negara dan sebagian besar hanya diizinkan untuk dimiliki oleh pihak pemerintah, contohnya minyak, uranium dan plutonium. Sementara, Bahan Golongan B dapat menjamin hayat hidup orang banyak, contohnya emas, perak, besi dan tembaga. Bahan Golongan C adalah bahan yang tidak dianggap langsung mempengaruhi hayat hidup orang banyak, contohnya garam, pasir, marmer, batu kapur dan asbes.
Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan juga reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa barang, tetapi juga dalam bentuk jasa. Dan bidang yang menggunakan ketrampilan, dan ketekunan kerja (bahasa Inggris: industrious) dan penggunaan alat-alat di bidang pengolahan hasil-hasil bumi, dan distribusinya sebagai dasarnya. Maka industri umumnya dikenal sebagai mata rantai selanjutnya dari usaha-usaha mencukupi kebutuhan (ekonomi) yang berhubungan dengan bumi, yaitu sesudah pertanian, perkebunan, dan pertambangan yang berhubungan erat dengan tanah. Kedudukan industri semakin jauh dari tanah, yang merupakan basis ekonomi, budaya, dan politik. ebutuhan mereka berkembang misalnya untuk mendapatkan alat pemetik hasil bumi, alat berburu, alat menangkap ikan, alat bertani, berkebun, alat untuk menambang sesuatu, bahkan alat untuk berperang serta alat-alat rumah tangga. Para tukang, dan juru timbul sebagai sumber alat-alat, dan barang-barang yang diperlukan itu. Dari situ mulailah berkembang kerajinan, dan pertukangan yang menghasilkan barang-barang kebutuhan. Untuk menjadi pengrajin, dan tukang yang baik diadakan pola pendidikan magang, dan untuk menjaga mutu hasil kerajinan, dan pertukangan di Eropa dibentuk berbagai gilda (perhimpunan tukang, dan juru sebagai cikal bakal berbagai asosiasi sekarang)
1.2 Rumusan Masalah
· 1. Apa Dampak Dari Lingkungan?
· 2. Masalah Yang Akan Timbul?
3. Bagaimana Perlindungan Terhadap masyarakat terhadap pembangunan?
4. Bagaimana Analisis Dampak lingkungan industri?
1.3 Tujuan
· 1. Mengetahui Tentang Pertambangan?
· 2. Mengetahui Sistimatika?
3. Mengetahui Dampak dari Industri
4. Mengetahui Manfaat dari Industri
BAB II
ISI
A. Permasalahan Lingkungan dalam Permbangunan Pertambangan Energi
1. Pembukaan lahan secara luas
Dalam masalah ini biasanya investor membuka lahan besar-besaran,ini menimbulkan pembabatan hutan di area tersebut. Di takutkan apabila area ini terjadi longsor banyak memakan korban jiwa.
2. Menipisnya SDA yang tidak bisa diperbarui
Hasil petambangan merupakan Sumber Daya yang Tidak Dapat diperbarui lagi. Ini menjadi kendala untuk masa-masa yang akan datang. Dan bagi penerus atau cicit-cicitnya.
3. Masyarakat dipinggir area pertambangan menjadi risih
Biasanya pertambangan membutuhkan alat-alat besar yang dapat memecahkan telinga. Dan biasanya kendaraan berlalu-lalang melewati jalanan warga. Dan terkadang warga menjadi kesal.
4. Pembuangan limbah pertambangan yang tidak sesuai tempatnya
Dari sepenggetahuan saya bahwa ke banyakan pertambangan banyak membuang limbahnya tidak sesuai tempatnya. Biasanya mereka membuangnya di kali,sungai,ataupun laut. Limbah tersebut tak jarang dari sedikit tempat pertambangan belum di filter. Hal ini mengakibatkan rusaknya di sector perairan.
5. Pencemaran udara atau polusi udara.
Di saat pertambangan memerlukan api untuk meleburkan bahan mentah,biasanya penambang tidak memperhatikan asap yang di buang ke udara. Hal ini mengakibatkan rusaknya ozon.
B. Cara Pengelolaan Pembangunan Petambangan
Sumber daya bumi di bidang pertambangan harus dikembangkan semaksimal mungkin untuk tercapainya pembangunan. Dan untuk ini perlu adanya survey dan evaluasi yang terintegrasi dari para ahli agar menimbulkan keuntungan yang besar dengan sedikit kerugian baik secara ekonomi maupun secara ekologis.
Penggunaan ekologis dalam pembangunan pertambangan sangat perlu dalam rangka meningkatkan mutu hasil pertambangan dan untuk memperhitungkan sebelumnya pengaruh aktivitas pembangunan pertambangan pada sumber daya dan proses alam lingkungan yang lebih luas.
Segala pengaruh sekunder pada ekosistem baik local maupun secara lebih luas perlu dipertimbangkan dalam proses perencanaan pembangunan pertambangan, dan sedapatnya evaluasi sehingga segala kerusakan akibat pembangunan pertambangan ini dapat dihindari atau dikurangi, sebab melindungi ekosistem lebih mudah daripada memperbaikinya.
Dalam pemanfaatan sumber daya pertambangan yang dapat diganti perencanaan, pengolahan dan penggunaanya harus hati-hati seefisien mungkin. Harus tetap diingat bahwa generasi mendatang harus tetap dapat menikmati hasil pembangunan pertambangan ini.
C. Kecelakaan di Pertambangan
Usaha pertambangan adalah suatu usaha yang penuh dengan bahaya. Kecelakaan-kecelakaan yang sering terjadi, terutama pada tambang-tambang yang lokasinya jauh dari tanah. Kecelakaan baik itu jatuh, tertimpa benda-benda, ledakan-ledakan maupun akibat pencemaran atau keracunan oleh bahan tambang. Oleh karena itu tindakan – tindakan penyelamatan sangatlah diperlukan, misalnya memakai pakaian pelindung saat bekerja dalam pertambangan seperti topi pelindung, but, baju kerja, dan lain – lain.
Contoh sederhana karena kecelakaan kerja adalah terjadinya lumpur lapindo yang terdapat di Porong, sidoarjo. Tragedi semburan lumpur lapindo yang terjadi beberapa tahun silam, setidaknya menjadi bukti adanya kelalaian pekerja tambang minyak yang lupa menutup bekas lubang untuk mengambil minyak bumi. Semburan di Porong, sidoarjo bukan fenomena baru di kawasan Jawa Timur. Fenomena yang sama terjadi di Mojokerto, Surabaya, Gunung Anyar, Rungkut, Purwodadi, jawa Tengah.
Bila melihat empat lokasi tersebut, Porong ternyata berada pada jalur gunung api purba. Gunung api ini mati jutaan tahun yang lalu dan tertimbun lapisan batuan dengan kedalaman beberapa kilometer dibawah permukaan tanah saat ini. Tinjauan aspek geologi dan penelitian sempel material lumpur di laboratorium yang dilakukan Tim Ahli Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) sejak juni hingga pertengahan juli menunjukkan, material yang dikeluarkan ke permukaan bumi memang berasal dari produk gunung berap purba.
D. Penyehatan Lingkungan Pertambangan, Pecemaran, Dan Penyakit-Penyakit Yang Mungkin Timbul
Kasus Teluk Buyat (Sulawesi Utara) dan Minamata (Jepang) adalah contoh kasus keracunan logam berat. Logam berat yang berasal dari limbah tailing perusahaan tambang serta limbah penambang tradisional merupakan sebagian besar sumber limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) yang mencemari lingkungan.
Sebagai contoh, pada kegiatan usaha pertambangan emas skala kecil, pengolahan bijih dilakukan dengan proses amalgamasi di mana merkuri (Hg) digunakan sebagai media untuk mengikat emas. Mengingat sifat merkuri yang berbahaya, maka penyebaran logam ini perlu diawasi agar penanggulangannya dapat dilakukan sedini mungkin secara terarah. Selain itu, untuk menekan jumlah limbah merkuri, maka perlu dilakukan perbaikan sistem pengolahan yang dapat menekan jumlah limbah yang dihasilkan akibat pengolahan dan pemurnian emas.
Sedangkan pertambangan skala besar, tailing yang dihasilkan lebih banyak lagi. Pelaku tambang selalu mengincar bahan tambang yang tersimpan jauh di dalam tanah, karena jumlahnya lebih banyak dan memiliki kualitas lebih baik. Untuk mencapai wilayah konsentrasi mineral di dalam tanah, perusahaan tambang melakukan penggalian dimulai dengan mengupas tanah bagian atas (top soil). Top Soil kemudian disimpan di suatu tempat agar bisa digunakan lagi untuk penghijauan setelah penambangan. Tahapan selanjutnya adalah menggali batuan yang mengandung mineral tertentu, untuk selanjutnya dibawa ke processing plant dan diolah. Pada saat pemrosesan inilah tailing dihasilkan. Sebagai limbah sisa batuan dalam tanah, tailing pasti memiliki kandungan logam lain ketika dibuang.
Limbah tailing merupakan produk samping, reagen sisa, serta hasil pengolahan pertambangan yang tidak diperlukan. Tailing hasil penambangan emas biasanya mengandung mineral inert (tidak aktif). Mineral tersebut antara lain: kwarsa, kalsit dan berbagai jenis aluminosilikat. Tailing hasil penambangan emas mengandung salah satu atau lebih bahan berbahaya beracun seperti Arsen (As), Kadmium (Cd), Timbal (Pb), Merkuri (Hg), Sianida (CN) dan lainnya. Sebagian logam-logam yang berada dalam tailing adalah logam berat yang masuk dalam kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Misalnya, Merkuri adalah unsur kimia sangat beracun (toxic). Unsur ini bila bercampur dengan enzime di dalam tubuh manusia menyebabkan hilangnya kemampuan enzime untuk bertindak sebagai katalisator untuk fungsi tubuh yang penting. Logam Hg ini dapat terserap ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan kulit. Karena sifatnya beracun dan cukup volatil, maka uap merkuri sangat berbahaya jika terhisap oleh manusia, meskipun dalam jumlah yang sangat kecil. Merkuri bersifat racun yang kumulatif, dalam arti sejumlah kecil merkuri yang terserap dalam tubuh dalam jangka waktu lama akan menimbulkan bahaya. Bahaya penyakit yang ditimbulkan oleh senyawa merkuri di antaranya kerusakan rambut dan gigi, hilang daya ingat dan terganggunya sistem syaraf.
Untuk mencapai hal tersebut di atas, maka diperlukan upaya pendekatan melalui penanganan tailing atau limbah B3 yang berwawasan lingkungan dan sekaligus peningkatan efisiensi penggunaan merkuri untuk meningkatkan perolehan (recovery) logam emas.
Alternatif Solusi
Pencegahan pencemaran adalah tindakan mencegah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia agar kualitasnya tidak turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Dalam bentuk, pertama, remediasi, yaitu kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah yang tercemar. Ada dua jenis remediasi tanah, yaitu in-situ (atau on-site) dan ex-situ (atau off-site).
Pembersihan on-site adalah pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan lebih mudah, terdiri atas pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi.
Pembersihan off-site meliputi penggalian tanah yang tercemar dan kemudian dibawa ke daerah yang aman. Setelah itu di daerah aman, tanah tersebut dibersihkan dari zat pencemar. Caranya, tanah tersebut disimpan di bak/tangki yang kedap, kemudian zat pembersih dipompakan ke bak/tangki tersebut. Selanjutnya, zat pencemar dipompakan keluar dari bak yang kemudian diolah dengan instalasi pengolah air limbah. Pembersihan off-site ini jauh lebih mahal dan rumit.
Kedua, bioremediasi, yaitu proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri).
Keempat, perlu adanya kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan atau kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dalam menyusun kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan pertambangan.
Kelima, penyuluhan kepada masyarakat tentang bahayanya Hg dan B3 lainnya perlu dilakukan. Bagi tenaga kesehatan perlu ada pelatihan surveilans risiko kesehatan masyarakat akibat pencemaran B3 di wilayah penambangan.
INDUSTRI
A. Masalah Lingkungan dalam Pembangunan Industri
Jika kita ingin menyelamatkan lingkungan hidup, maka perlu adanya itikad yang kuat dan kesamaan persepsi dalam pengelolaan lingkungan hidup. Pengelolaan lingkungan hidup dapatlah diartikan sebagai usaha secara sadar untuk memelihara atau memperbaiki mutu lingkungan agar kebutuhan dasar kita dapat terpenuhi dengan sebaik-baiknya.
Memang manusia memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap lingkungannya, secara hayati ataupun kultural, misalnya manusia dapat menggunakan air yang tercemar dengan rekayasa teknologi (daur ulang) berupa salinisasi, bahkan produknya dapat menjadi komoditas ekonomi. Tetapi untuk mendapatkan mutu lingkungan hidup yang baik, agar dapat dimanfaatkan secara optimal maka manusia diharuskan untuk mampu memperkecil resiko kerusakan lingkungan.
Dengan demikian, pengelolaan lingkungan dilakukan bertujuan agar manusia tetap “survival”. Hakekatnya manusia telah “survival” sejak awal peradaban hingga kini, tetapi peralihan dan revolusi besar yang melanda umat manusia akibat kemajuan pembangunan, teknologi, iptek, dan industri, serta revolusi sibernitika, menghantarkan manusia untuk tetap mampu menggoreskan sejarah kehidupan, akibat relasi kemajuan yang bersinggungan dengan lingkungan hidupnya. Karena jika tidak mampu menghadapi berbagai tantangan yang muncul dari permasalahan lingkungan, maka kemajuan yang telah dicapai terutama berkat ke-magnitude-an teknologi akan mengancam kelangsungan hidup manusia.
1. Dampak Industri dan Teknologi terhadap Lingkungan
Pentingnya inovasi dalam proses pembangunan ekonomi di suatu negara, dalam hal ini, pesatnya hasil penemuan baru dapat dijadikan sebagai ukuran kemajuan pembangunan ekonomi suatu bangsa.
Dari berbagai tantangan yang dihadapi dari perjalanan sejarah umat manusia, kiranya dapat ditarik selalu benang merah yang dapat digunakan sebagai pegangan mengapa manusia “survival” yaitu oleh karena teknologi.
Teknologi memberikan kemajuan bagi industri baja, industri kapal laut, kereta api, industri mobil, yang memperkaya peradaban manusia. Teknologi juga mampu menghasilkan sulfur dioksida, karbon dioksida, CFC, dan gas-gas buangan lain yang mengancam kelangsungan hidup manusia akibat memanasnya bumi akibat efek “rumah kaca”.
Teknologi yang diandalkan sebagai instrumen utama dalam “revolusi hijau” mampu meningkatkan hasil pertanian, karena adanya bibit unggul, bermacam jenis pupuk yang bersifat suplemen, pestisida dan insektisida. Dibalik itu, teknologi yang sama juga menghasilkan berbagai jenis racun yang berbahaya bagi manusia dan lingkungannya, bahkan akibat rutinnya digunakan berbagi jenis pestisida ataupun insektisida mampu memperkuat daya tahan hama tanaman misalnya wereng dan kutu loncat.
Teknologi juga memberi rasa aman dan kenyamanan bagi manusia akibat mampu menyediakan berbagai kebutuhan seperti tabung gas kebakaran, alat-alat pendingin (lemari es dan AC), berbagai jenis aroma parfum dalam kemasan yang menawan, atau obat anti nyamuk yang praktis untuk disemprotkan, dan sebagainya. Serangkai dengan proses tersebut, ternyata CFC (chlorofluorocarbon) dan tetra fluoro ethylene polymer yang digunakan justru memiliki kontribusi bagi menipisnya lapisan ozon di stratosfer.
Teknologi memungkinkan negara-negara tropis (terutama negara berkembang) untuk memanfaatkan kekayaan hutan alamnya dalam rangka meningkatkan sumber devisa negara dan berbagai pembiayaan pembangunan, tetapi akibat yang ditimbulkannya merusak hutan tropis sekaligus berbagai jenis tanaman berkhasiat obat dan beragam jenis fauna yang langka.
Bahkan akibat kemajuan teknologi, era sibernitika yang mengglobal dapat dikonsumsi oleh negara-negara miskin sekalipun karena kemampuan komputer sebagai instrumen informasi yang tidak memiliki batas ruang. Dalam hal ini, jaringan Internet yang dapat diakses dengan biaya yang tidak mahal menghilangkan titik-titik pemisah yang diakibatkan oleh jarak yang saling berjauhan. Kemajuan teknologi sibernitika ini meyakini para ekonom bahwa kemajuan yang
telah dicapai oleh negara maju akan dapat disusul oleh negara-negara berkembang, terutama oleh menyatunya negara maju dengan negara berkembang dalam blok perdagangan.
B. Keracunan Bahan Logam/Metaloid Pada Industrialisasi
Banyak pekerja yang dalam melakukan kegiatan pekerjaannya rentan terhadap bahaya bahan beracun. Terutama para pekerja yang bersentuhan secara langsung maupun tidak langsung dengan bahan beracun. Bahan beracun dalam industri dapat dikelompokkan dalam beberapa golongan, yaitu: (1) senyawa logam dan metalloid, (2) bahan pelarut, (3) gas beracun, (4) bahan karsinogenik, (5) pestisida.
Suatu bahan atau zat dinyatakan sebagai racun apabila zat tersebut menyebabkan efek yang merugikan pada yang menggunakannya. Hal ini dapat dilihat berdasarkan keterangan sebagai berikut. Pertama, suatu bahan atau zat, termasuk obat, dapat dikatakan sebagai racun apabila menyebabkan efek yang tidak seharusnya, misalnya pemakaian obat yang melebihi dosis yang diperbolehkan. Kedua, suatu bahan atau zat, walaupun secara ilmiah dikategorikan sebagai bahan beracun, tetapi dapat dianggap bukan racun bila konsentrasi bahan tersebut di dalam tubuh belum mencapai batas atas kemampuan manusia untuk mentoleransi. Ketiga, kerja obat yang tidak memiliki sangkut paut dengan indikasi obat yang sesungguhnya dianggap sebagai kerja racun.
Bahan atau zat beracun pada umumnya dimasukkan sebagai bahan kimia beracun, yaitu bahan kimia yang dalam jumlah kecil dapat menimbulkan keracunan pada manusia atau makhluk hidup lainnya. Pada umumnya bahan beracun, terutama yang berbentuk gas, masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernapasan dan kemudian beredar ke seluruh tubuh atau menuju organ tubuh tertentu.
Bahan beracun tersebut dapat langsung mengganggu organ tubuh tertentu seperti hati, paru-paru dan lainnya, tetapi zat beracun tersebut juga dapat berakumulasi dalam tulang, darah, hati, ginjal atau cairan limfa dan menghasilkan efek kesehatan dalam jangka panjang. Pengeluaran zat beracun dari dalam tubuh dapat melalui urine, saluran pencernakan, sel epitel dan keringat.
C. Keracunan Bahan Organis Pada Industrialisasi
Kemajuan industri
selain membawa dampak positif seperti meningkatnya pendapatan masyarakat dan
berkurangnya pemgangguran juga mempunyai dampak negatif yang harus diperhatikan
terutama menjadi ancaman potensial terhadap lingkungan sekitarnya dan para
pekerja di industri. Salah satu industri
tersebut adalah industri bahan-bahan organik yaitu metil alkohol, etil alkohol dan diol.
Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia adalah aset penting
dari kegiatan industri, disamping modal dan peralatan. Oleh karena itu tenaga
kerja harus dilindungi dari bahaya-bahaya lingkungan kerja yang dapat mengancam
kesehatannya.
Metil alkohol dipergunakan sebagai pelarut cat, sirlak, dan
vernis dalam sintesa bahan-bahan kimia untuk denaturalisasi alkohol, dan bahan
anti beku. Pekerja-pekerja di industri demikian mungkin sekali menderita
keracunan methanol. Keracunan tersebut mungkin terjadi oleh karena
menghirupnya, meminumnya atau karena
absorbsi kulit. Keracunan akut yang ringan ditandai dengan perasaan lelah,
sakit kepala, dan penglihatan kabur,
Keracunan sedang dengan gejala sakit kepala yang berat, mabuk , dan
muntah, serta depresi susunan syaraf pusat, penglihatan mungkin buta sama
sekali baik sementara maupun selamanya. Pada keracunan yang berat terdapat pula
gangguan pernafasan yang dangkal, cyanosis, koma, menurunnya tekanan darah,
pelebaran pupil dan bahkan dapat mengalami kematian yang diseabkan kegagalan
pernafasan. Keracunan kronis biasanya terjadi
oleh karena menghirup metanol keparu-paru secara terus menerus yang
gejala-gejala utamanya adalah kabur penglihatan yang lambat laun mengakibat kan
kebutaan secara permanen.
Nilai Ambang Batas (NAB) untuk metanol di udara ruang kerja
adalah 200 ppm atau 260 mg permeterkubik
udara.
Etanol atau etil alkohol digunakan sebagai pelarut,
antiseptik, bahan permulaan untuk sintesa bahan-bahan lain. Dan untuk membuat
minuman keras. Dalam pekerjaan-pekerjaan tersebut keracunan akut ataupun kronis
bisa terjadi oleh karena meminumnya, atau kadang-kadang oleh karena menghirup
udara yang mengandung bahan tersebut, Gejala-gejala pokok dari suatu keracunan
etanol adalah depresi susunan saraf sentral.Untunglah di Indonesia minum minuman
keras banyak dihindari oleh pekerja sehingga ”problem drinkers” di
industri-industri tidak ditemukan, NAB
diudara ruang kerja adalah 1000 ppm atau 1900 mg permeter kubik.
Keracunan-keracunan oleh persenyawaan-persenyawaan tergolong
alkohol dengan rantai lebih panjang sangat jarang, oleh karena makin panjang
rantai makin rendah daya racunnya. Simptomatologi , pengobatan, dan
pencegahannya hampir sama seperti untuk etanol.
Seperti halnya etanol , persenyawaan persenyawaan yang tergolong diol mengakibatkan depresi
susunan saraf pusat dan kerusakan-kerusakan organ dalam seperti ginjal, hati
dan lain lain. Tanda terpenting
keracunan adalah anuria dan narcosis. Keracunan akut terjadi karena meminumnya,
sedangkan keracunan kronis disebabkan penghirupan udara yang mengandung bahan
tersebut. Pencegahan-pencegahan antara lain dengan memberikan tanda-tanda jelas kepada tempat-tempat penyimpanan bahan
tersebut.
D. Perlindungan Masyarakat Sekitar Terhadap Perusahaan Industri
Kehidupan masyarakat Desa Cangkringmalang telah mengalami perubahan semenjak adanya lingkungan industri di desa ini. Adanya lingkungan industri di desa ini menjadikan kehidupan masyarakatnya menjadi maju. Hal ini terlihat dari cara bekerja masyarakat desa yang semula bekerja sebagai petani kini beralih pada usaha bisnis dengan cara mendirikan berbagai macam sarana seperti pertokoan, pasar swalayan, restoran, warung telekomunikasi, salon dan lainnya untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Dengan adanya berbagai sarana yang ada di desa ini membuat gaya hidup masyarakatnya menjadi berperilaku konsumtif dalam memenuhi kenutuhan hidupnya akan barang dan jasa.
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah : 1) Bagaimanakah perilaku konsumtif masyarakat Desa Cangkringmalang, 2). Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi perilaku konsumtif masyarakat Desa Cangkringmalang. Tujuannya adalah : 1) Untuk mengetahui perilaku konsumtif masyarakat Desa Cangkringmalang, 2) Untuk mengetahui factor-faktor masyarakat Desa Cangkringmalang berperilaku konsumtif.
Penelitian ini menggunakan metode analisi model interaktif dengan tipe penelitian deskriptif kualitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat Desa Cangkringmalang yang tinggal dekat dengan lingkungan industri.
E. Masyarakat Sekitar Perusahaan Industri
Kehidupan masyarakat Desa Cangkringmalang telah mengalami perubahan semenjak adanya lingkungan industri di desa ini. Adanya lingkungan industri di desa ini menjadikan kehidupan masyarakatnya menjadi maju. Hal ini terlihat dari cara bekerja masyarakat desa yang semula bekerja sebagai petani kini beralih pada usaha bisnis dengan cara mendirikan berbagai macam sarana seperti pertokoan, pasar swalayan, restoran, warung telekomunikasi, salon dan lainnya untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Dengan adanya berbagai sarana yang ada di desa ini membuat gaya hidup masyarakatnya menjadi berperilaku konsumtif dalam memenuhi kenutuhan hidupnya akan barang dan jasa.
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah : 1) Bagaimanakah perilaku konsumtif masyarakat Desa Cangkringmalang, 2).
Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi perilaku konsumtif masyarakat Desa Cangkringmalang. Tujuannya adalah : 1) Untuk mengetahui perilaku konsumtif masyarakat Desa Cangkringmalang, 2) Untuk mengetahui factor-faktor masyarakat Desa Cangkringmalang berperilaku konsumtif.
Penelitian ini menggunakan metode analisi model interaktif dengan tipe penelitian deskriptif kualitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat Desa Cangkringmalang yang tinggal dekat dengan lingkungan industri.
F. Analisis Dampak Lingkungan Perusahaan
AMDAL ( Analisis Mengenai Dampak Lingkungan ) dalam Peraturan Pemerintah NO 27 TAHUN 1999 memiliki pengertian yaitu kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan di Indonesia.
AMDAL ini dibuat saat perencanaan suatu proyek yang diperkirakan akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup di sekitarnya. Yang dimaksud lingkungan hidup di sini adalah aspek abiotik, biotik dan kultural.
Dasar hukum AMDAL di Indonesia adalah Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 tentang “Izin Lingkungan Hidup” yang merupakan pengganti PP 27 Tahun 1999 tentang Amdal.
Sebuah pembangunan fisik yang dilakukan oleh sektor pemerintah maupun sektor swasta harusnya benar-benar memperhatikan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dari pembangunan itu. Tidak bisa dinafikkan bahwa pembangunan terutama dalam sektor industri akan meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan masyarakat yang ditunjukkan dengan terbukanya lapangan pekerjaan.
G. Pertumbuhan Ekonomi dan Lingkungan Hidup Terhadap Pembangunan Industri
Kawasan di sepanjang Jalan Raya Bogor meliputi, Kecamatan Pasar Rebo, Kecamatan Cimanggis, dan Kecamatan Sukmajaya merupakan wilayah lokasi industri yang tumbuh dan berkembang secara alamiah (artinya pada awalnya tidak ada campur tangan pemerintah) dan merupakan limpahan dari ketidaksiapan infrastruktur pada kawasan industri Pulogadung. Pesatnya pembangunan industri di daerah sepanjang JalanRaya Bogor akhirnya mendapat perhatian khusus dari pemerintah dalam hal ini kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Pemerintah Daerah (Pemda) DKI Jakarta dan Jawa Barat.
Penataan ruang di koridor Jalan Raya Bogor tersebut hingga tahun 2005 (pada wilayah penelitian) diperuntukkan sebagai kawasanindustri yang tidak mencemari lingkungan hidup. Lingkungan industri di koridor Jalan Raya Bogor dibatasi salah satunya oleh tenaga kerja industri. Keberadaan tenaga kerja pada industri menentukan pola persebaran keruangan (spasial), yang tercermin pada pengelompokan industrinya. Tipologi lingkungan industri skala sedang adalah pengelompokan lingkungan industri berdasarkan tenaga kerja dalam industri yang jumlahnya antara 20-300 orang.
Tipologi industri ini yang jumlahnya 100 atau 56,5 % dari total industri yang ada dan tersebar di sepanjang koridor Jalan Raya Bogor (Kecamatan Ciracas, Pasar Rebo, Cimanggis dan Sukmajaya).
Tujuan dari penelitian ini yaitu:
(1) untuk mengetahui pola keruangan (spasial) persebaran industri sedang;
(2) untuk mengetahui tenaga kerja industri sedang pada masyarakat menetap; dan
(3) untuk mengetahui hubungan industri sedang dengan lingkungan sosial-ekonomi masyarakat pekerja industri yang menetap di wilayah penelitian.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pertambangan adalah rangkaiaan kegiatan dalam rangka upaya pencarian, pengembangan (pengendalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian (mineral, batubara, panas bumu, migas). Ilmu Pertambanganmerupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang meliputi pekerjaan pencarian, penyelidikan, study kelayakan, persiapan penambangan, penambangan, pengolahan dan penjualan mineral-mineral atau batuan yang memiliki arti ekonomis (berharga).
Adanya perubahan paradigma dalam pembangunan sektor air minum dan penyehatan lingkungan dalam penggunaan prasarana dan sarana yang dibangun, melalui kebijakan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan yang ditandatangani oleh Bappenas, Departemen Kesehatan, Departemen Dalam Negeri serta Departemen Pekerjaan Umum sangat cukup signifikan terhadap penyelenggaraan kegiatan penyediaan air bersih dan sanitasi khususnya di daerah Pengembangan dan pemanfaatan energi perlu secara bijaksana baik itu untuk keperluan ekspor maupun penggunaan sendiri di dalam negeri serta kemampuan penyediaan energi secara strategis dalam jangka panjang. Sebab minyak bumi sumber utama pemakaian energi yang penggunaannya terus meningkat, sedangkan jumlah persediaannya terbatas. Karena itu perlu adanya pengembangan sumber-sumber energi lainnya seperti batu bara, tenaga air, tenaga air, tenaga panas bumi, tenaga matahari, tenaga nuklir, dan sebagainya.
Pembangunan yang mengandalkan teknologi dan industri dalam mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi seringkali membawa dampak negatif bagi lingkungan hidup manusia. Pencemaran lingkungan akan menyebabkan menurunnya mutu lingkungan hidup, sehingga akan mengancam kelangsungan makhluk hidup, terutama ketenangan dan ketentraman hidup manusia.
Adanya pengertian dan persepsi yang sama dalam memahami pentingnya lingkungan hidup bagi kelangsungan hidup manusia akan dapat mengendalikan tindakan dan perilaku manusia untuk lebih mementingkan lingkungan hidup. Kemauan untuk saling menjaga kelestarian dan keseimbangan lingkungan hidup merupakan itikad yang luhur dari dalam diri manusia dalam memandang hakekat dirinya sebagai warga dunia.
0 comments :
Post a Comment